Suatu Sore saya meniatkan
pulang kerumah dengan menaiki bus. Perjalanan pulang itu saya awali dengan Jalan
dari lab histogy fakultas kedokteran menyusuri trotoar baru yang sedang
dibangun, sambil menikmati hijaunya kampus UNS, menyusuri sungai pertanian,
taman yang full-free-hotspot, gedung-gedung baru yang sedang direparasi dan tak
terasa saya sudah sampai gerbang depan kampus, menyeberang dengan hati hati mengikuti
traffic light pejalan kaki.
Tampak dari
kejauhan ada bus bus besar, meskipun ada bus antarkota, tapi memang rute naik
bus yang paling nyaman menurut saya adalah naik bus besar, karena cepat dan
memang tujuannya mau sampai terminal tirtonadi, nanti tinggal minta jemput atau
naik angkot atau naik setiya rini, tergantung nanti sajalah.
Akhirnya saya
mengulurkan jari telunjuk saya pertanda berhentikan bus besar. Ooh.. rupanya
bus besar yang berhenti ini bukan biasanya yg saya naiki, biasanya adalah bus
jurusan dari karanganyar. Awalnya saya pede saja, duduk di kursi tambahan dekat
sopir, berhadap hadapan dengan kaca depan.
Terus terjadilah dialog ini :
sopir : “Mau kemana mbak?”
saya : “Mau ke tirtonadi pak..”
sopir : “Loh maksudnya apa ini
berhenti di tirtonadi, ini bus besar mbak, bus antarprovinsi, bukan bus antarkota,
maksudnya apa mbak ini, sambil pasang wajah kesal dan geleng-geleng kepala.” (pak
sopir marah sambil terus mengulang ulang perkataan tadi, dan kernetnya juga
ikut pasang wajah kesal)
saya : (sambil menciut, bingung,
deg-degan) “iya pak nanti saya bayar Rp.5ribu yaa pak”
sopir : “(masih sambil kesal),
gag usah bayar mbak, untuk apa.., kalo mau bayar Rp 5ribu kali 60 orang, karena
kalo saya nerima uang mbak, itu kesalahan, nanti saya malah kena denda dari Pul
Bus saya.” (penumpang di kursi belakang banyak yang tertuju pada saya..)
(bisa dibayangkan bagaimana
situasi saat itu kan.. Hiks)
Saya mencerna kata-kata bapak sopir ini, karena
memang awalnya tidak mengerti maksudnya, dan tidak mengerti juga salahnya yang
mana, karena biasanya naik bus-bus besar kemaren juga ga dimarahin begini,..
spontan aja saya minta maaf (selain karena memang salah, biasanya ketulusan
maaf kita ini dapat meluruhkan hati seseorang) à “Maaf yaa pak, saya benar benar tidak tahu..,
insyaAllah besok besok tidak saya ulangi”(sedih dan menyesal)
Benar saja, pak sopir memaafkan
saya, ini ditunjukkan dengan volume perkataannya yang mengecil dan lebih ramahà “iyaa gapapa mbak, nanti turun aja, gag usah
bayar” kemudian diikuti berpanjang lebar cerita tentang kelemahan kelemahan manajerial
Pul Bus tempat beliau bekerja yang kurang baik ( I’m just listening and smiling,
dan menganguk angguk karena takut salah ngomong lagi)
Ada dua Hal yang saya pelajari dalam
peristiwa ini,
Pertama : minta maaflah bila memang salah, atau kalaupun kita merasa
benar tetaplah minta maaf, karena sesungguhnya memang kita tidak banyak tahu
atau belum banyak tahu tentang sesuatu, justru dengan minta maaf ini maka
seseorang akan membuka ruang diskusi bahkan bisa juga meluluhkan hati..
Kedua : Belajarlah untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan aturan yang berlaku.. biar aman.. (tapi sebenarnya
tidak hanya agar aman tapi juga biar bisa jadi pengalaman untuk siapa saja yang
mau mengambilnya)
Akhirnya sampai juga di terminal,
terus saya kasih ke kernetnya Rp. 5ribu, sambil berkata “diterima yaa mas,
untuk beli gorengan” ujar saya. Eh Alhamdulillah
mau diterima, dan saya pun tersenyum sambil berlalu..
Maaf ya pak Sopir.. Maaf ya pak
Kernet..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar